Edisi Desember
Dengan Ini Memang Sukar Akan Halnya
Rintisan Yang Literasi Itu ?
Dengan ini keterlibatan misi yang menghasilkan penulis fiksi atau novel tentunya hal yang tidak lazim, akan tetapi ketika menghadapi ketertutupan atau penolakan, jangan-jangan itu menjadi hal yang berperan ? Bukan sekedar mencatat kisah kesaksian atau ‘menambahkan dari kisah kesaksian yang ada atau lebih dikenal juga dengan mengadaptasinya dari kisah utama tersebut--Alkitab. Ide dari penjelasan realita keberdosaan, akan halnya keterpisahan yang dalam hal ini Allah yang penuh kasih peduli dengan kita di dunia, dengan sejarah kita dimana pesan tersebut harus tersebarluaskan. Dan yang harus terus dingatkan, bahwa iniah yang terkait degan keterlibatan dalam misi tersebut.
Lantas apakah harus terkesan Alegoris untuk menyajikannya, bukankah sudah ada dari sumbernya yang utama tersebut. Dengan ini ada yang coba ingin dikenal karena hadir sebagai yang kiasan, sebagai bentuk dari alegoris tersebut.
***
John Bunyan—dan memang diterjemahkan demikian, bukan Yohanes Bunyan —akan menjadi hal menarik dalam bentuk konkrit literatur Kristen hadir untuk menjadi tambahan dari yang primer--Alkitab. Era nya yang 350 tahun silam, tetap bisa dianggap mendeskripsikan iman, memaparkan kekristenan sebagai kisah, sebuah kronik, sebuah perjalanan dimana karyanya bisa tersebar dan mengglobal. Hal yang disebabkan karena pengaruh dari era kolonialisme negaranya juga.
Sebuah era ketika Eropa, dalam hal ini juga kekhususan Inggris yang sangat ingin mendominasi. Hal yang disertakan juga dengan syiar keyakinan Injil, bersamaan dengan pengaruh dan perluasan budaya dan bahasa ingrris. Maka dengan itu kesusastraan—bisalah dikatakan demikian untuk sesuatu yang memberi artian “literatur:” Bunyan juga mendapat peran dan memberi pengaruh, salah satunya karena andil kepenulisannya yang dari kondisi tidak lazim yakni terpenjara—John Bunyan yang salah satu periode hidupnya juga menghasilkan karya ini adalah berada dalam tahanan penjara selama 11 tahun (1678-1689).
Tapi bukankah karya-karya Bunyan itu bermakna tidak tertera semestinya atau kiasan—hal yang diyakinkan dengan judulnya sebagai sebuah risalah kisah “fiksi” dalam bentuk nya yang alegoris memang mengisi dan sangat berperan dalam dunia kekristenan. Pilgrim Progress (PSM, judul yang telah diterjemahkan kedalam bahasa indonesia Perjalanan Seorang Musafir) adalah sebuah produk literasi yang ‘dikreasikan’ oleh imajinasi John Bunyan. Sebuah produk bacaan yang tercetak terbesar kedua setelah Alkitab itu sendiri. Kisah “si Kristen” yang dalam perjalanan hidupnya mendapat rupa-rupa tantangan dimana dalam perjalanannya sebagai musafir bertemu dan berhadapan dengan sosok “si pembawa beban”, “si kebijakan duniawi”, “sikemurahan”, “si pencobaan” dimana karakter yang dikiasankan untuk terpersonifikasi (bersifat pribadi) hingga kesudahannya mencapai gerbang keabadian.
Dengan karakterristik alur cerita alegoris tersebut adakah peran misi yang terkait dengan John Bunyan sebagai penulis, dimana lanjutnya yang sangat berpengaruh dan terciri bahwa :
Ini telah ditetapkan pada periode sebelumnya: dalam konteks kekristenan yang universal. Banyak penganut Protestan Injili yang menganggap karya John Bunyan PSM sebagai pengganti Alkitab. Seperti Kitab Suci, ia melampaui bangsa-bangsa manusia, memiliki 'hati universal' dalam 'semangat...dan membenarkan keberadaan mereka. Dengan mengutip 'bukti' daya tarik universal dan kemanjuran karya (Bunyan) PSM sebagai instrumen untuk menyentuh hati calon orang percaya. (Davies, Owen 871, 2018)
Sejak awal pemroduksiannya, yang dapat dikategorikan atau bahkan ‘dikecilkan’ hanya sebagai bahan bacaan religius, dimana memang telah menyatu sebagai bentuk karakteristik dari karya misionaris.
Di satu sisi, menerjemahkan PSM ke dalam semua bahasa, seperti menyediakan Alkitab Kristen dalam semua bahasa, memberikan dasar tekstual pada argumen persaudaraan universal semua manusia: semua orang dapat membaca, memahami, dan membentuk diri mereka sendiri sesuai dengan teks Kristen yang penting (Davies, Owen 871, 2018)
Tentu sebagaimana dalam bahasa asalnya dan juga menjadi tanda dari eranya tersebut, adalah misionaris dari Inggris diabad 17 dimana penyerbarluasan karya dari John Bunyan ini yang juga menjadi era dari kolonialisme (penjajahan) akan tetapi juga dicatat bahwa karya Bunyan dan juga pribadi Bunyan sendiri menjadi respon misi juga inspirasi bukan hanya bersanding dengan kekristenan; akan tetapi juga menjadi pemicu kemerdekaan yang bersifat politik.[1]
Tentu memang dikaitkan dengan kekristenan, ketika mengulas bentuknya yang menjadi penyebarluasan literasi. Dimana misi kristen dalam syiar kabar baik akan keberdosaan manusia dari Allah pencipta tentu memang dinyatakan dalam sumber literatur Alkitab, akan tetapi cakupan yang lain tentunya adalah ketika misi Kristen bersifat narasi (lihat Buletin Misi, edisi Juni 2023 “Bersifat Naratif itu...”) maka ketika terhambat bisa juga sebagai sebuah literatur yang menunjuk kepada literatur (Alkitab), terlebih ketika literatur yang dimaksud juga adalah mengenai pengisahan. Tentu bisa sangat lugas juga ketika membandingkan yang pada intinya akan sumber pengisahan yang juga menjadi sumber keyakinan sebagai sumber pesan—lebih jauh juga membandinkan akan teks (kitab) keyakinan, hal yang tentu sangat mungkin dianggap beresiko untuk yang minoritas. Dimana sedikit banyaknya ini digambarkan oleh pergumulan John Bunyan sendiri.
Bahwa Alegoris yang diartikan kiasan, sebentuk perlambangan, terasa berbeda ketika Alkitab sendiri sesuatu yang terbentuk sebagai karya literatur tersaji dengan hadirnya “cerita nyata”. Aspek pengisahan dalam menjabarkan pokok ajaran menjadi wahyu dalam pengisahannya akan Allah yang masuk kedalam dunia dan sejarah, bahwa memang ada kiasan dan alegorisme pada wahyu kepada Yohanes yang meguatkan iman dan pengharapan kita sebagai orang percaya akan iman kepada Yesus Kristus. Akan halnya juga kisah kesaksian, menguatkan iman percaya juga menjadi bagian dari aspek misi nya menjadi percaya akan apa yang Akitab sebagai sumber tersebut nyatakan—sejauh ini yang dikaitkan dengan penyimpangan yang juga menjalankan misinya untuk mesyiarkan penyimpangan juga menambahi akan sumber(kitab), neo-arianisme saksi Yehowa, punya kitab tambahan “Terjemahan Dunia baru” dengan mengacaukan akan pribadi Yesus sebagai sosok “tuhan”yang diciptakan, juga mormon dengan tambahan kitab dari wahyu yang diberikan malaikat Moroni kepada Joseph Smith. Kekhawatiran tambahan literatur alegoris memang bisa diuji akan pokok sumber ajaran dari yang dinyatakan literatur utama.
Pengisahan dalam berbagai variannya...
Jadi misi Kristen, yang utama dan terkait dengan literatur tentu tidak mengetengahkan yang lain, akan banyak hal lain yang bisa menjadi rekaaan dari penggalan kisah sebagaimana terhubung dengan inti pesan. Maka dengan membuat sebagai pembanding. Tentu ujian keunggulan pada kekayakan sebagai sumber pegangan terebut, bagian yang tidak bisa dihindari ketika berurusan dengan sumber keyakinan. Bahwa hal yang sama juga dengan sumber teks dari latar keyakinan yang menjadi mayoritas, bahwa pengisahan dilluar dari yang nyata semata diyakini dan diterima untuk dijadikan pegangan karena memang terkesan tabu untuk ‘mencermati’ (baca:mengkritisi). Lantas bagaimana menguji yang alegoris. Sebuah definisi menjelaskan demikian:
Secara sederhana, Alegori adalah cara untuk mengatakan suatu hal dan memaknai hal lain. Istilah ini berasal dari kata Yunani allegoreo, dibentuk dari allos (lainnya) dan agoreuo (berbicara di tempat berkumpul, agora, pasar). Gagasan 'berbicara dengan orang lain' menunjukkan bahwa alegori adalah penyampaian rahasia yang perlu diuraikan. Dalam definisi ini, untuk berbicara tentang suatu subjek memerlukan cara berbicara yang berbeda, atau mencari cara lain untuk mendiskusikan apa yang ingin dikatakan, mungkin karena alasan politik, mungkin untuk menjaga kerahasiaan. Informasi teks khususnya sebagai bahan bacaan keagamaan tidak bisa diabaikan juga mengenai pesan ketika hadir dalam pesan misi keaggamaan itu sendiri, bersifat sebagai syiar keagamaan. (Davis 477-2018)
Akan halnya menarik ketika dimaksudkan dalam definisi adalah “...untuk menjaga kerahasiaan...” tentu maksud dari penulisan alegoris yang tidak ketara dan seperti menyiratkan akan pesan tersebut, juga kondisi yang dipakai ketika memilah bagian lain dari perwujudan alegoris yang ketika hadir sebagai pesan agama dan dipertanyakan soal keabsahan—Bunyan dalam hal ini jelas bukan pengalaman yang adokdrati melintasi jarak dalam kesupranturalan yang superior. Karena memang perlambangannya tersusupi muatan doktrin dari literatur utama, bebarapa teks karya Bunyan menjadi penjelasan akan pokok doktrinal “Anugrah Melimpah Untuk Seorang Pendosa Terbesar” (Grace Abounding to the Chief of Sinners).
Dengan ini akan yang alegoris tersebut dimana sebuah periode yang memang sangat berpengauh yang bisakan dianggap telah terhenti ? kembali peekerjaan misi yang jadi bagian untuk kesaksian disajikan secara kreatif, menghadirkan pesan secara kreatif. Dengan serius bergumul dengan pesan ini.
Bahwa memang aspek kreatif dalam pengisahan menjadi bagian dari tantangan pekerjaan misi, aspek yang memang jarang sekali ketika dihadirkan menyangkut pekerjaan misi terlebih sebuah pengisahan kesaksian yang alegoris. Tentu ada kisah lain yang tidak alegoris, sehingga pesan menjadi lugas dan tertera nyata. Akan tetapi itu memang yang sudah dilakukan dengan sebuah pengaruh dan juga dampak yang besar. Bahwa pada bagian lain untuk dimuncullkan dan bersifat koreksi. Pengisahan akan keberdosaan manusia dan kebutuhan manusia akan juruslamat jelasnya sangat jarang dalam pengkreasian kisah yang dituliskan. Serius ini menjadi tantangan pelibatan pekerjaan misi ?
Kepustakaan:
Bunyan, John “Pilgrim Progress” E-BooksDirectory.com
Davies, Michael., Owens, WR. Ed “Oxford Handbook John Bunyan”
Oxford Univ Press 2018
[1] Pada masa kolonial Nyasaland (sekarang Malawi) pada tahun 1930-an, George Simeon Mwase pejuang anti kolonial yang kemudian juga disertai kontroversi, memanfaatkan PSM karya Bunyan untuk menyusun kisahnya sendiri tentang pemberontakan awal abad ini. Mwase menulis...dari penjara (seperti Bunyan) dan dengan jelas menggunakan 'Apologi atas Bukunya' Bunyan, yang mungkin telah dia hafal dari pendidikan misinya. (Davies, Owen. Ed 867, 2018)
*lebih lanjut silahkan buka tautan dibawah ini
Edisi Juni
Misi, Media Sosial dan Tampilan Disruptif...
Melimpahnya ajang kontestasi dari ide dan juga merambah ke keyakinan tentu menjadi menarik akan halnya perlombaan dari kontestasi ide tersebut. Meyakini keyakinan, ideologi dan kembali lagi untuk selalu jatuh kepada keyakinan yang memang jadi ajang—bahwa tampaknya memang tak pernah bisa dihilangkan.
Tersebutlah melalui tayangan dengan platformya yang sangat terakses adalah media sosial youtube, kanal platform era digital yang hampir tanpa batas dalam kapasitas menghadirkan secara visual, bukan semata audio dan tentu sekalipun selera dianggap lebih merata dalam penyajian, karena apa yang nampak secara visual tentu lebih memuaskan terlebih dalam pilihannya
untuk mengaktualkan sendiri. Tanpa terkecuali dalam soal keyakinan tersebut yang bisa sangat berhadap-hadapan dan hitam-putih. Tanpa terkecuali, Islam dalam misinya dan tentunya Kristen dalam misinya juga. Ketika perdebatan telah terjadi, tentu pro dan kontranya tetap bisa dihadirkan dan berlangsung kemudian, akan tetapi terasa kurang intens ketika tidak bisa dihadirkan secara visual. Misi Injil dalam perdebatan...
Tetap menjadi menarik dan tidak bisa diabaikan akan hal ini. Kerap juga dalam pelayanan untuk menganggap perdebatan sebagai hal yang hanya memancing, sekedar polemik ketika keyakinan Injil sebatas penguatan kemampuan argumentasi semata. Seakan menjauhkan dari poin “kasih” ketika yang disasar adalah soal Injil yang harus lebih berbicara dalam tindakan nyata—yang tentang hal ini juga mendapatkan respon kritik dan penentangan, terlebih ketika seharusnya tidak memanfaatkan kekurangan. Yang menarik tentu dengan, kemudian, adalah suguhan potonganpotongan meyakini kemenangan dari keyakinan yang diyakini tersebut untuk ‘menyerang’ keyakinan lain apakah didapati gambaran yang utuh. Ketika lazimnya berada dalam perdebatan dan dianggap pilihan ini sebagai syiar dalam pengujian akan proposisi-proposisinya. Beberapa potongan tersebut dalam beberapa bagiannya masing-masing bisa mengklaim. Keyakinan yang harus berbagi dalam beberapa sumber dan selalu disoal akan keotentikannya. Juga pastinya akan kesaksian, dimana ini menjadi modal yang sangat kuat sebagai penuturan seorang mantan yang menguatkan untuk meninggalkan. Seperti ketidakmampuan menjawab—beradu ketakjuban...
Ketakjuban fakta dari sesuatu yang baru diketahui. Tampaknya itu yang sering diketengahkan akan halnya yang mengagetkan tersebut. Beberapa yang dibuat takjub akan ketakjuban fakta-fakta yang tentu bagi kalangan keyakinan sendiri, berturut dalam kenaifan tersebut; takjub bahwa ternyata larangan memakan daging Babi ada didalam Alkitab ? Takjub bahwa Injil yang sudah dipalsukan masih dipegang dan diyakini, dengan ini yang diyakini sebagai Injil adalah keseluruhan Alkitab dengan menganggap zabur (Mazmur) dan Taurat diluar Injil (Allkitab) ?
Dengan ini dalam beberapa fakta ketakjuban tersebut tentunya ada celah ketaksepahaman, bahwa menganggap diri benar dan yang lain keliru menjadi syiar pelayanan. Menjadi untuk ada misi yang harus dilakukan tersebut. Relasi yang saling mensyiarkan antara Kristen dan Islam adalah relasi yang berkelindan dalam berbagai bentuk dan latar, juga semangat syiar untuk pembenaran diri. Sesuatu yang harus jauh-jauh hari untuk dikemukakan adalah termasuk sukar dan bisa jadi dianggap mitos ketika merasa netral dan berada ditengah untuk membandingkan keduanya. Sebuah klaim sebagai penyempurna dan yang terakhir dari wahyu yang diturunkan kerap dikemukakan. Salah satu karakteristik yang disorot, akan halnya Injil yang tak terapologetisasikan (unapologetically) bersifat tak terbantahkan ketika harus mendebatnya dalam sebuah pesannya akan koherensi (baca:kelayakan) moral—jelas pengakuan ini harus dikemukakan. Terasa takjub akan ketaklayakan sebagai panutan untuk dijadikan panduan moral.
Sehingga takjub akan kebodohan tersebut dengan diarahkan untuk berkeinginan menjadikan sebagai panutan. Dengan ini sebuah pemahaman yang utuh itu memang perlu bahwa melihat tampilan yang disruptif, “mengganggu” dengan sangat mudahnya, “mengganggu” dengan memotong terarah pada satu framing keyakinan yang menguntungkan sendiri. Maka, pastilah mengemuka untuk takjub "Sebab pemberitaan tentang salib memang adalah kebodohan bagi mereka yang akan binasa, tetapi bagi kita yang diselamatkan pemberitaan itu adalah kekuatan Allah" (1 Kor 1:18 TB)
*lebih lanjut silahkan buka tautan dibawah ini