Juni
Bagaimana Keyakinan Diteguhkan Pada Zona-zona Kampung Seperti Ini ? Adakah Kerisauan Tentang Sasaran Dosa ?
Jalan yang semakin menjauh cukup terakses dengan peta, hanya belokan-belokan. Maka apa yag bisa ditemui & perubahan sudut pandang. Disinilah selalu persoalan misi dan hijrahnya keyakinan itu berurusan dengan realita, terlebih yang disoal dalam realita adalah penghidupan.
Pesan dari memuridkan menghadapi realita yang ada. Maka kesaksian dari berbuahnya hal yang bukan dari agama melainkan pekerjaan Roh perihal kasih, sukacita, damai sejahtera, kebaikan, kelembutan dan penguasaan diri berurusan dengaan pengabaiannya dan penolakan akan kesaksian Kristus yang terjadi dengan sangat ‘mapan’ disudut-sudut sambungan hunian yang tanggung dalam kepadatan
Raymond Fung pernah menuliskan sebagai kesaksian Injil bagi “manusia sasaran dosa”, dimana bobot dari kualitas lingkungan juga menentukan. Lingkungan yang dimaksud tentu adalah konteks dari hal itu terjadi. Sebuah era yang memang telah berubah.
“Apabila saya mengacu pada “sasaran dosa”, pertanyaan tentang “oleh siapa ?” akan saya biarkan tak terjawab. Karena dalam merenungkan pekabaran Injil saya tidak ingin menyisihkan kenyataan bahwa orang-orang miskin adalah sasaran dosa yang dilancarkan oleh sistem-sistem ekonomi politik.”
Dengan juga tidak mengecilkan anggapannya bahwa “ Sayapun tidak ingin menyisihkan kenyataan bahwa mereka yang hidup mewah juga adalah sasaran dosa yang dilakukan oleh kekuatan yang sedikit juga sama.
Dengan lebih lanjut diungkapkan bahwa
“ Penekanan saya pada saat ini ialah bahwa manusia bukan hanya secara semena-mena menjadi pelanggar kehendak Allah, mereka adalah juga yang terlanggar. Saya kira tak perlu berargumentasi bahwasanya manusia adalah sasaran dosa. Alkitab penuh dengan acuan tentang hal tersebut. Dan pengalaman sehari-hari mengamini hal itu juga. Namun entah bagaimana ternyata kita kurang sekali memperhatikan kondisi fundamental manusia yang demikian secara serius didalam pertimbangan pekabaran Injil kita, kalaupun hal itu pernah dilakukan. Dalam pesan-pesan pekabaran Injil yang kita lakukan, kita berhadapan dengan manusia berdosa, namun bukan dengan manusia sasaran dosa. Kita berbicara tentang belenggu dosa, namun kita hanya sekedar berbasa-basi mengungkapkannya, sampil mempercayai bahwa kesalehan pribadi dapat melepaskan hidup dan lembaga kita dari penguasa dunia ini”. (Fung, 202)
Ekspresi kekristenan adalah juga “pelibatan”, maka hal yang sebenarnya tidaklah alpa ketika mencegah terjerumus dalam keyakinan yang fatal, melainkan menginsafkannya dalam tempat-tempat yang dilalui ini. Adalah juga kondisi terpinggirkan yang seakan terjadi ekploitasi dan keterpurukan ekonomi. Seakan ada yang memisahkan dalam wilayah-wilayah seperti ini. Tapi inilah yang terjadi dan terserak diwilayah pinggiran.
Penyertaan menjadi murid bagi kondisi yang sangat lokal.
Ini yang tampaknya bergelut dihadapi, ketika memang soalnya adalah jauh dari sekedar identitas. Apa yang dimaksudkan sebagai perubahan ketika terdesak dalam lingkungan yang menjadi “sasaran dosa”, sebuah pembaharuan ataukah solidaritas sosial yang dibawa dengan penekanan akan mentalitas ideologi. Dinamika terpinggirkan dan menjadi rapatnya, memang bukan soal ketika “pembenaran oleh iman sebagai doktrin pokok” harus membawa kepada perubahan status sosial untuk adanya suatu hal yang membawa kepada perbaikan karena kondisi sebgai sasaran dosa tersebut.
Tantanngan ketika teguh dalam iman percaya dan inisiasi pelayanan telah dimulai dan meyakini bukan hanya sendiri yang melakukan. Maka adakah yang sungguh terpanggil dan mau menggerakan dengan prinisp reform ini ? Terpanggil dalam inisiasinya dan menghadapi ketidakpastian. Sebuah....
Desember
Misi Dalam Geliat Tahun pemilu 2019, Diarahkan Menjadi (normatif) yang non partisan itu ?
Inilah yang akan terjadi dan segera disongsong. Keberadaan pelayanan dan kesaksisannya menghadapi hal yang lazim dan sudah berlangsung dari proses kepemimpinan karena kesepakatannya akan demokrasi. Proses secara politik yang harus digelar untuk periode selanjutnya atau adanya kepemimpinan baru sebagai penganti
Akan tetapi ada yang telah terjadi, berlangsung cukup lama dan intens. Sesuatu yang membelah dan mewarnai, untuk juga dikatakan sangat riuh, terlebih realita yang ada karena keberlangsungannya di media sosial.
Polarisasinya jelas dan kelaziman terhadap demokrasi. Maka pemilu sebagai ‘ritual’ demokrasi, dan yang sekarang adalah pemimpin eksekutif dalam hal ini presiden dan wakil presiden beserta wakil parlemen (legislatif) ditentukan bersama melalui pemilihan yang berbarengan. Terasa sekali bukan hanya karena momennya yang berbarengan akan tetapi juga, bahwa kandidat yang akan bertarung adalah orang-orang yang telah bertarung sebelumnya dan memunculkan kontestasi secara politik guna keterpilihan.
Hal yang sungguh telah membuat hiruk pikuk
Jadi pelayanan itu soal apa dan adakah latar menjadi soal ? ketika persoalan politis dan geliat demokrasi menjadi mewarnai. David Bosch, pelayanan atau tepatnya misi memasuki tahapan untuk bersiap dalam perannya yang transformative (Bosch, 2001). Kekuasaan dan harus disyukurinya niatan demokrasi untuk memunculkan kepemimpinan dalam ‘kesepakatan’, perihal kesepakatan sebagai sebuah negara dan tata aturan atau konstitusi yang membentuk dan menuntun.
Maka umumnya identitas keyakinan dalam hal ini gereja, selalu dijelaskan sebagai pembakuan dari kekristenan yang memang minoritas merasa harus ‘dilibatkan’ . tentu saja ada himbauan untuk proses politik yang praktis ini dari organ-organ kegerejaan yang nasional, hingga yang kerap juga bisa muncul adalah dukungan kepada salah satu calon—pernah terjadi dalam suatu masa.
Yang menarik ketika himbauan itu ditujukan untuk netral dan bisakah hal itu dijalankan ? bahwa minat kepada salah satu calon untuk memenuhi keterpilihan politik jelasnya hanya berangkat dari sebuah pilihan pribadi. Ini yang sungguh menarik dan juga menantang, apalagi juga aspek identitas keyakinan juga kerap disentil atau pun digunakan.
Dasar akan sebuah keterlibatan
Konon kabarnya jerih lelah dan proses ini memakan anggaran yang besar—mencapai 24, 9 Triliun, akan halnya kepesertaan mereka yang ingin menjadi legislator diluar mereka yang berebut untuk kepemimpinan nasional. Faktor turunan dan pengawasan akan penggunaan dana oleh pemimpin dalam mengupayakan dan memaksimalkan terpenuhinya kepentingan publik yang luas.
Penjabaran dari doktrin anugerah ini sebagaimana diketengahkan harus dilihat apakah memasuki hal-hal yang spesifik, utamanya dalam sebuah penggiatan akan pelayanan. Bahwa penjelasan yang sudah dikenal dengan istiah resmi sebagai “Reformed”—adalah berupaya tentunya untuk menuliskan dan melafakan sama “reform” punya karakteristik untuk terlibat dalam hal ini yang memperbaharui juga membawa kebebasan (Hewitt,2017). Sekalipun dalam istilah reformed yang dimaksud ada bagian sejarah yang terasa menjadi celah dengan bisa dikatakan jauh dari hal-hal yang beradab ketika menyangkut identitas yang justru menguatkan pemisahan perendahan terhadap satu golongan etnis. Dengan juga peninggian bahkan pemujaan terhadap golongan etnis sendiri dikenal dengan segregasi dan diskriminasi rasial. Tak terbayang jika menggunakan rujukan doktrin anugerah atau reform. Yang secara pasti justru yang dikenal yang terakhir sekalipun ada kewarasan untuk menolak juga dengan pangkal pemahaman reform tersebut (vosloo,2015). Hal menggunakan padanan “doktrin anugerah” atau reform yang dipakai memang menjadi sulit diterima dalam membenarkan dan mengelola kekuasaan yang diskriminatif atau rasialis seperti “apartheid” ! jauh-jauh untuk terpikir hal tersebut apalagi sampai terjadi.
Sebagai sarana kesaksian karena demokrasi yang telah diterima dan proses teknisnya dalam menghasilkan kepemimpinan maka prinsipnya memang diakui bahwa manusia dalam kekuasaannya harus diawasi, tidak ada yang absolut dalam kewenangan manusia. Dampak yang dijiwai dari nature atau hakekat keberdosaan manusia (Kej 6:5 Rom 3:10-12). Sehingga, tentunya kekuasaan manusia yang tetap perlu diimbangi, dibatasi dan diawasi.
Maka kepesertaan pemilu menyadari akan orang percaya yang meyakini untuk tampil dan terlibat. Tapi inilah hiruk pikuk yang sekarang, bukan semata akan tampil dan dipenuhinya ruang-ruang terbuka dengan gambar baliho dari calon legislator beserta janji-janjinya tapi juga keramaian di media sosial.
Pertarungan untuk pucuk kepemimpinan, juga untuk ini adalah isu sengit yang mewarnai disekitarnya. Ada istilah yang lazim dengan sebutan “cebong” & “kampret”. Petahana atau penguasa sekarang dengan mereka yang mendukungnya mendapatkan label cebong yang kerap mengusung tema dan juga melabeli sebagai pembawa wajah kebinekaan dengan penantangnya dengan sebuah oposisi yang sebenarnya dalam bebearapa hal tidak terlau sengit untuk berlawanan yang berbeda dengan periode sebelumnya. Hal yang bisa dicermati ketika pernah sebuah kasus terkait peanggaran etika yang cukup miris dilakukan oleh ketua DPR, 2 golongan yang berbeda ini tampak bersatu untuk mengirim wakilnya dalam memperihatkan persetujuan sangsi ringan kepada sebuah pelangaran hingga akhirnya KPK dipakai Tuhan dalam prinsip pemeliharaan Tuhan bagi kemaslahatan untuk mengganjar pelanggaran ketua DPR yang seakan tidak memunculkan perbedaan tersebut.
Terkait secara pribadi memang akan tetapi riwayat dari kejadian ini membuat apakah benar dari klaim yang dibawa ? bahwa pernah terjebak dan terlibat bersama untuk ‘mendukung’ sebuah pelanggaran dalam hal ini ketua DPR untuk hanya mendapatkan sangsi ringan untuk sebuah etika yang sebenarnya sangatlah mencoren. Sehingga apa benar ada kebijakan yang berbeda ? lazimnya untuk sebuah kekuasaan yang perlu diawasi tersebut.
Sengit ketika juga sudah menyangkut untuk menuai dukungan bagi klaim keagamaan yang dibawa, diniatkan dengan isu sektarian atau setidaknya semacam identitas dari keyakinan agama yang mayoritas. Sesuatu yang sungguh sangat disayangkan dan juga harusnya dihindari akan tetapi tema-tema tersebut seakan muncul.
Sebuah kemaslahatan yang melampaui lebih dari sekedar isu-isu keagamaan tersebut, inilah yang harus ditempuh juga tantangan ketika berlaku yang kali ini memang secara nasional, akan tetaapi juga bisa berlaku secara lokal hal yang jauh dari opini sehat untuk melihat isu kampanye akan tetapi sekedar memanfaatkan identitas.